Kamis, 03 November 2011

ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL


A. Pengertian Perubahan sosial
Perubahan masyarakat mempunyai arti yang luas. Dapat diartikan sebagai perubahan atau perkembangan, baik dalam arti positif maupun negatif. Pada umumnya motivasi (= pengaruh atas perubahan harapan dan kebutuhan-kebutuhan mental dan materi) disebabkan oleh kemajuan teknik atau “technical change”. Penemuan sebuah teknik sendiri mempunyai akibat tidak saja menguntungkan, namun juga merugikan.
“Segala sesuatu akan mengalami perubahan kecuali perubahan itu sendiri”. Demikian bunyi “hukum perubahan” yang kita semua telah memakluminya. Perubahan juga merupakan sunah kauniyah yang berlaku secara universal tanpa dibatasi tempat dan waktu. Perubahan tidak akan pernah berhenti kecuali pemilik perubahan (Allah SWT) memang menghendaki. Lalu, bagaimana Islam memandang sebuah perubahan, lebih spesifik lagi dalam memandang perubahan sosial ?.
Perubahan sosial atau di sebut juga transformasi sosial merupakan suatu keniscayaan dalam sebuah kehidupan manusia, baik secara individu maupun secara kolektif. Hal ini terjadi karena manusia secara alami memiliki sifat tidak statis dalam sebuah kondisi, Ia cenderung aktif merespons sejumlah kejadian yang ada di sekelilingnya. Respons inilah yang membuat hidup manusia selalu dinamis dan pada akhirnya menciptakan sejumlah gagasan dan ide-ide baru dalam rangka memenuhi harapan serta kebutuhannya. Dengan kondisi seperti tadi suasana bumi semakin hari semakin penuh dengan dinamika. Dalam perjalanan kehidupan bumi, dengan sendirinya akan semakin banyak hasil budaya (artefak) yang bisa kita jumpai dari tahun ke tahun serta abad ke abad. Itu semua tidak lepas dari wujud dinamika aktivitas manusia yang merupakan refresentasi kegiatan olah akal serta pengembangan sejumlah gagasan, ide serta pikiran yang terus di sempurnakan manusia dari waktu ke waktu. Hal inilah yang jelas membedakan tugas, peran dan fungsi manusia dari mahkluk lainnya, termasuk pula jika kita bandingkan dengan misalnya malaikat, yang diciptakan Allah SWT dengan fungsi, tugas dan peran yang statis sepanjang masa penciptaannya.
Melihat bagaimana kondisi krisis multidimensi (nilai, moral, sosial, ekonomi dan politik) akhirnya akan berpengaruh besar pada ter-alienasi-nya sistem kekuasaan–terutama elitnya–dari kehidupan masyarakatnya. Alienasi yang terus-menerus terjadi mengakibatkan proses marginalisasi massa–rakyat–dari agenda perubahan bangsa. Penguasa pada akhirnya membutakan diri dari realitas sosial yan terjadi. Akumulasi persoalan ini akan menumbuhkan harapan (The rise expectation), sekaligus rasa prustasi (The rise of prustation) yang pada kondisi yang cukup parah akan sampai pada situasi penghancuran kepercayaan diri secara massal (The mass prustation).
Kondisi prustasi akibat ketidakjelasan banyak hal pada saatnya nanti akan menjadi daya pendorong yang besar bagi terciptanya perubahan sebuah sistem. Perubahan ini dalam konteks sosial lazim disebut dengan tranformasi sosial.  
B. Tahap-tahap perubahan sosial
      1.            Inversi yaitu proses dimana ide-ide baru diciptakandan dikembangkan
      2.            Divusi yaitu proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial
      3.            Konsekuensi yaitu terjadi perubahan ketika ide-ide baru itu diterima atau ditolak

C. Model Evolusi
Cara evolusi merupakan cara yang paling mudah di lakukan, aman bagi jalannya sistem yang sedang berlaku tapi dari sisi waktu tempuh akan banyak menghabiskan hitungan yang tidak sedikit. Proses perubahan seperti ini juga cenderung hanya “melingkar” di tingkat elit saja dan sedikit sekali mengakomodasikan input dari grass root yang muncul ke permukaan sebagai reaksi atas berbagai kebijakan elit yang selama ini berkuasa. Konsekunsi logis dari perubahan model ini akan menempatkanrezim yang sedang asyik berada dalam tampuk kekuasaanya dengan leluasa memilih agenda-agenda perubahan yang ada berdasarkan “aman atau tidak” bagi kekuasaannya.
D. Model Revolusi
Cara revolusi merupakan cara yang cukup populer di kalangan beberapa gerakan sosial atau gerakan pembebasan. Cara seperti ini kalau dihitung interval waktu yang dibutuhkannya ternyata relatif lebih singkat dari cara evolusi. Dalam prosesnya, cara ini juga dengan mudah dapat diketahui sejauhmana tingkat keberhasilannya, hal ini mengingat target dari perubahan yang diinginkan dengan cepat bisa di evaluasi. Akan tetapi dalam kondisi tertentu cara ini cukup beresiko. Bisa jadi dalam prosesnya yang singkat tersebut meminta banyak korban sebagai pra syarat dari prosesnya yang memang cukup reaktif dan terkesan sporadis dari sisi waktu maupun agenda-agenda yang di lakukan. Hasil dari cara ini bisa dengan mudah “ditampilkan” untuk dengan segera dapat di analisa apakah sesuai dengan tujuan revolusi itu atau tidak. Perubahan seperti ini secara umum bertujuan pada perubahan secara politik, khususnya perubahan tampuk kekuasaan yang ada.
 Saat kita membicarakan tentang perubahan sosial secara revolutif, maka kita hampir tidak akan bisa memisahkan diri dari kaitannya dengan masalah politik di sebuah negara. Pemikiran tentang revolusi sendiri memiliki banyak varian pengertian dan pada umumnya berangkat dari sebuah proses kegelisahan, kecemasan serta ketidakpastian akan kondisi yang sedang terjadi. Sebelum sebuah revolusi sosial terjadi, biasanya terjadi suatu proses alienasi kekuasaan. Alienasi ini terjadi karena kekuasaan yang ada semakin meninggalkan kepentingan-kepentingan rakyat dan justeru seolah menjadi bagian lain dari pranata yang ada.
 Apabila kita bicara tentang hakikat revolusi, akan kita jumpai ada banyak Ketika kekuatan perlawanan yang ada semakin besar, maka akan semakin sukarlah kekuatan yang sedang dominan atau lazim di sebut kaum penguasa meredam arus yang berlawanan arah tadi. Dalam wacana revolusi apabila kekuatan lawan sudah memilki kekuatan yang cukup, maka dengan sendirinya akan sampi pada kondisi vis-à-vis antara dua kekuatan yang berbeda. Kondisi ini kemudian tinggal di lihat saja mana yang mampu mengungguli lawannya Ia lah yang akan jadi pemenangnya. Hal ini memang tidak berlaku mutlak, tapi paling tidak ini lah yang umumnya terjadi pada sebuah perubahan baru yang hendak dilahirkan lewat sebuah proses revolusi.
 Revolusi sosial, kebudayaan maupun politik secara kelahirannya tidak terlalu jauh berbeda kondisinya, Ia lahir dari sebuah pertentangan hebat antara dua buah kekuatan yang saling berhadapan, yang satu sama lain siap saling mengalahkan–bahkan menghabisi–musuhnya. Kalau kekuatan yang hendak merubah mengalami kekalahan sebelum berkembang, maka tentu saja sejarah akan menilai revolusi yang terjadi itu tidak mendapatkan dukungan mayoritas massa karena terbukti tidak mampu menggerakan massa untuk secara bersama mengganti sisten lama yang sedang berlaku. Bukankah secara sederhana, suksesnya sebuah revolusi ditandai dengan tumbangnya sistem lama dan kemudian digantikan oleh sistem/tatanan baru.

F. Perubahan Masyarakat Dalam Pandangan Islam
Ketika muncul pertanyaan bagaimana Islam memandang perubahan sosial. Seperti apa model yang dikehendaki Islam dalam menata sejumlah permasalahan sosial dan model perubahan apa yang paling sesuai dengan Islam ?. Maka sesungguhnya jawaban ini tidak sederhana, tidak bisa disampaikan secara singkat. Ada begitu banyak persoalan-persoalan yang terkait dengan jawaban pertanyaan tadi. Pertama karena kompleksnya cara pemahaman terhadap Islam, kedua karena perspektif tiap bagian dari umat bisa saja berbeda dalam pengambilan metode atau cara dalam melakukan perjuangan dan pengimplementasian dari berbagai cara pandang yang berbeda tadi. Satu kelompok dengan kelompok lainnya, walaupun sama-sama Islam, bisa saja menerapkan  langkah dan metode yang berbeda.
Perubahan sosial dalam perspektif islam adalah perubahan dari masyarakat jahiliyah (biadab) menjadi masyarakat ilmiyah (beradab). Konteks ini harus berjalan secara irreversible. Sehingga akan memunculkan masyarakat yang madani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar